Materi PU Kelompok | September 2016

MATERI IBADAH PERSEKUTUAN UMUM
September 2016

Bacaan                  : I Petrus 3 : 8-12
Tema                     : Iman yang Bertumbuh dan Berbuah bagi Sesama
Sub Tema            : Iman sebagai Dasar Persekutuan Kristen
Pujian                   : Kidung Pasamuwan Kristen (KPK)


Tujuan :
1. Mengajak warga jemaat menghayati bahwa iman Kristen adalah iman yang senantiasa bertumbuh dan bergerak, bukan iman yang stagnan.
2. Mengajak warga jemaat untuk menghayati bahwa buah dari iman Kristen yang kita miliki haruslah dapat dirasakan oleh orang lain.
3. Mengajak warga jemaat untuk menghayati bahwa iman Kristen bukan iman yang egois, yang hanya menekankan urusan personal seseorang dengan Tuhan, tetapi juga bersifat komunal, dalam hubungan sebuah persekutuan Kristen (khususnya gereja) dengan Tuhan.

Intisari Alkitab :
1. Surat ini ditulis untuk orang-orang Kristen pendatang yang tersebar di wilayah kerajaan Romawi, di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia (1Pet 1: 1)
2. Sebagai pendatang dan juga seorang Kristen di wilayah kerajaan Romawi, orang-orang tersebut pastilah mengalami keterbatasan dan mengalami kesulitan serta penderitaan di dalam menjalani kehidupannya.
3. Di dalam keadaan yang sulit itu, penulis surat ini memberikan semangat supaya orang-orang Kristen pendatang ini tetap kuat dan setia di dalam penderitaan yang mereka alami.
4. Sebagai minoritas, orang-orang Kristen pendatang itu juga diajak untuk menghidupi persekutuannya dengan baik (1 Pet 3: 8), sehingga persekutuan itu dapat menjadi sumber kekuatan mereka untuk bersama-sama menghadapi kesulitan hidup dan menjadi wadah bagi mereka untuk bersama-sama berusaha menjaga kehidupannya tetap melakukan kehendak Allah dan menjauhi yang jahat.
5.Penulis ingin menunjukkan bahwa pertumbuhan iman Kristen, sejatinya ada di dalam persekutuan. Sebab bukti iman dan kasih kita kepada Tuhan dapat terlihat dalam sikap kita kepada orang lain.

Relevansi :
1. Kristus yang menjadi poros utama iman Kristen, memberikan teladan bahwa kehidupanNya di dunia tidak untuk kepentinganNya sendiri. Maka sebagai pengikutNya, seharusnya kita sadar bahwa kehidupan kita di dunia ini dipanggil untuk menjadi berkat bagi orang lain. Iman kita kepada Kristus dibuktikan dari kemauan kita menghayati dan melakukan panggilan itu di dalam kehidupan kita.
2. Persekutuan memiliki peran sentral di dalam kehidupan iman orang Kristen, maka kita yang tergabung dalam persekutuan GKJW, memiliki kewajiban untuk menghidupi persekutuan kita dengan baik, sehingga persekutuan kita di dalam GKJW ini benar-benar dapat menunjang dan menunjukkan bukti iman kita kepada Tuhan. (vin)

Warjem Edisi 35 | 28 Agustus 2016 | Minggu Biasa


Dokumen ini dibuat dengan format PDF (Portable Document Format) yang dapat dibuka dengan terlebih dahulu mendownload dan menginstal software PDF Viewer yang salah satunya adalah Adobe Acrobat Reader.



Renungan | Anugerah Cuma-Cuma Jangan Dijadikan Percuma

ANUGERAH CUMA-CUMA JANGAN DIJADIKAN PERCUMA
(2 Korintus 5:20-6:10)



Jika suatu hari Gereja menggalang dana untuk membantu korban bencana dan meminta baju kepada saudara, apa yang saudara lakukan? Baju seperti apa yang saudara berikan? Baju bekas yang (menurut perasaan) masih (nampak) bagus? Baju yang tidak muat lagi? Baju-baju di tumpukan lemari yang paling bawah? Tidak perlu malu mengaku, sebab memang bisanya kita begitu. Hampir tidak pernah, dengan sengaja kita membeli baju baru untuk diberikan kepada orang-orang yang membutuhkan.
Dengan kebiasaan-kebiasaan memberi yang seperti ini, secara tidak sadar kita menghidupi pemahaman bahwa apa yang diberikan dengan cuma-cuma, tidak baik kualitasnya. Kualitas nomor dua, nomor dua puluh dua, atau bahkan nomor dua ratus dua. Ekstremnya : murahan!
Mungkin secara tidak sadar, ketika menghayati keselamatan pemberian Allah yang cuma-cuma itu, orang Kristen terpengaruh pada pola pemikiran tersebut. Karena mendapatnya mudah, ya tidak perlu lah dihargai terlalu berlebihan. Biasa-biasa saja. Atau malah, sama sekali tidak terasa. Maka jangan heran bahwa Perjamuan Kudus, sakramen yang mengingatkan akan anugerah Allah yang telah kita terima ini tidak membuat kita merasakan apapun, dan tidak membuat kita berjuang memperbaiki kehidupan kita. Halah wong biasa saja kok! Rutinitas. Kalau tidak datang, nggak enak sama Pak Pendeta. Kalau tidak datang, kartu saya ndak dapat stempel. Eman.
Jika ada yang berpikir demikian, mari belajar dari Paulus dan Timotius. Kita dapat melihat pemahaman Paulus atas anugerah keselamatan ini mulai II Kor 5: 20-6:2.  Paulus sungguh-sungguh menyadari bahwa Kristus yang tidak berdosa telah dibuat menjadi berdosa karena manusia. Ia yang tidak seharusnya menderita, bahkan rela mati demi dosa-dosa manusia sehingga di dalam Dia kita beroleh keselamatan.
Rasa syukur atas keselamatan yang diterima lalu membuat Paulus dan Timotius merespon keselamatan itu dengan mengusahakan pelayanan yang baik, dalam suka dan duka. Meski disiksa, ditolak, dipenjara, dicurigai dan lain sebagainya, mereka tetap maju dan melayani Allah (lih II Kor 6 : 4-10). Pelayanan mereka yang tetap teguh dalam setiap keadaan ini memperlihatkan bahwa mereka menghargai tinggi anugerah keselamatan. Mereka mau merespon kasih dan keselamatan Allah dengan sepenuh hati dan bertanggung jawab. Mengeksperikannya dengan sungguh-sungguh dan penuh semangat.
Lalu kita bagaimana? Sudahkah kehidupan kita mencerminkan bahwa kita menghayati anugerah kasih dan keselamatan Allah yang dicurahkan kepada kita itu sungguh amat berharga? Tidak perlu lah dijawab dengan kata. Buktikan saja! (vin)

Renungan | Keharusan Persekutuan Seorang dengan Yang Lain

KEHARUSAN PERSEKUTUAN SEORANG DENGAN YANG LAIN
(Efesus 6:21-24)



Dunia telah mempengaruhi orang Kristen hingga menjadi semakin individual dan tidak peduli terhadap orang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tembok dan pagar rumah di kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, dibangun semakin tinggi hingga tetangga sebelah rumah pun tidak kenal dan tidak mau dikenal secara personal. Kalau ada yang mencoba untuk mengenalnya maka timbullah rasa curiga. Banyak jemaat merasa tidak suka jika dikunjungi karena takut pergumulan pribadi dan urusan rumah tangganya diketahui oleh oranglain. Kalau mau berbincang-bincang, cukup mengenai fashion (pakaian), film, makanan, mall (plaza) dan sebagainya. Tapi, jangan membicarakan tentang hubungan pribadi antara engkau dan aku. Tak ada lagi keinginan untuk sharing antar pribadi untuk saling mengenal dan menghargai. Seandainya sharing pun, momen tersebut digunakan untuk menyombongkan diri.

Di dalam salam personal Paulus (ay 21) terdapat satu nilai yang diajarkannya kepada jemaat Efesus yaitu bagaimana menghargai orang lain. Sebab, Tikhikus sebenarnya hanyalah kurir yang bertugas keliling dari kota ke kota untuk menyampaikan surat Paulus. Namun cara Paulus memperlakukannya sungguh berbeda dengan majikan pada umumnya. Ketika mengutusnya, Paulus tidak mempertimbangkan Tikhikus hanya sekedar kurir atau budak melainkan sebagai saudara kekasihdan pelayan yang setia dalam Tuhan.

Di tengah nuansa modern saat ini, alangkah baik jika jiwa mau menginjak orang lain semakin dikikis oleh semangat hak azasi manusia. Ironisnya, seringkali justru terjadi pembalikan posisi. Akibatnya, feodalis muncul kembali untuk menekan dengan otoritarianisme yang sangat tegas. Diharapkan semua orang Kristen tidak ikut tercemar oleh prinsip dan konsep dunia melainkankembali pada Alkitab.

Ketika menutup berkatnya, Paulus memberikan salam yang sangat indah, ”Damai sejahtera dan kasihdengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa” (Ef 6:23).Untuk saat ini, salam seperti ini dianggap biasa di kalangan Kristen karena sudah sering mendengarnya dalam kebaktian setiap Minggu sebagai tradisi Kekristenan yang sangat altruistik yaitu salam yang diungkapkan dengan ketulusan hati di antara sesama anak Tuhan yang sungguh-sungguh menginginkan berkat kebaikan bagi penerima salam.

Di Gereja tertentu seringkali terdengar jemaatnya mengucapkan, “Shalom!” tanpa memahami artinya.Padahal sesungguhnya salam itu tidak mudah diucapkan di kalangan Yahudi karena artinya adalah, “Damaisejahtera bagi kamu!” Salam ini mengandung pengertian dan tekad sangat mendalam yaitu bahwa di manapun berada, orang yang mengucapkan salam itu harus rela berkorban dan hidup sebagai saluran berkat,anugerah dan kasih karunia Tuhan serta mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Konsep inilah yang dipegang oleh Paulus dan seharusnya oleh semua orang Kristen masa kini. Maka mereka yang tidak siaphati untuk itu, tidak berhak mengucapkan shalom.

Namun ketika dituntut untuk mendatangkan shalom tersebut, seringkali orang merasa enggan karena terlalu egois. Padahal ketika membagikan shalom, itulah waktunya Kekristenan merasakan pimpinan Tuhan. Justru orang Kristen yang menjadi shalom, akan memiliki hidup yang semakin bertumbuh dengan indah. Ketika Paulus menyampaikan berita pada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan, dan juga ketika ia tiba di suatu tempat, salam tersebut selalu menyertai. Dalam Kis 20:17-38 Paulus sharing tentang shalom, “Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku. Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apayang berguna bagi kamu. Semua kubritakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupundalam perkumpulan di rumah kamu; aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orangYunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itupada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akanbinasa. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluankudan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” Biarlah the spirit to be a blessing ini menjadi kekuatan bagi orang Kristen dalam kehidupan pelayanan. Amin! ___(Pnt. Judy Prastija)

Warjem Edisi 34 | 21 Agustus 2016 | Minggu Biasa


Dokumen ini dibuat dengan format PDF (Portable Document Format) yang dapat dibuka dengan terlebih dahulu mendownload dan menginstal software PDF Viewer yang salah satunya adalah Adobe Acrobat Reader.

Warjem Edisi 33 | 14 Agustus 2016 | Minggu Biasa


Dokumen ini dibuat dengan format PDF (Portable Document Format) yang dapat dibuka dengan terlebih dahulu mendownload dan menginstal software PDF Viewer yang salah satunya adalah Adobe Acrobat Reader.

Warjem Edisi 32 | 7 Agustus 2016 | Perjamuan Kudus Pembangunan GKJW


Dokumen ini dibuat dengan format PDF (Portable Document Format) yang dapat dibuka dengan terlebih dahulu mendownload dan menginstal software PDF Viewer yang salah satunya adalah Adobe Acrobat Reader.