Home » , , » Renungan | Keharusan Persekutuan Seorang dengan Yang Lain

Renungan | Keharusan Persekutuan Seorang dengan Yang Lain

KEHARUSAN PERSEKUTUAN SEORANG DENGAN YANG LAIN
(Efesus 6:21-24)



Dunia telah mempengaruhi orang Kristen hingga menjadi semakin individual dan tidak peduli terhadap orang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tembok dan pagar rumah di kota besar seperti Surabaya dan Jakarta, dibangun semakin tinggi hingga tetangga sebelah rumah pun tidak kenal dan tidak mau dikenal secara personal. Kalau ada yang mencoba untuk mengenalnya maka timbullah rasa curiga. Banyak jemaat merasa tidak suka jika dikunjungi karena takut pergumulan pribadi dan urusan rumah tangganya diketahui oleh oranglain. Kalau mau berbincang-bincang, cukup mengenai fashion (pakaian), film, makanan, mall (plaza) dan sebagainya. Tapi, jangan membicarakan tentang hubungan pribadi antara engkau dan aku. Tak ada lagi keinginan untuk sharing antar pribadi untuk saling mengenal dan menghargai. Seandainya sharing pun, momen tersebut digunakan untuk menyombongkan diri.

Di dalam salam personal Paulus (ay 21) terdapat satu nilai yang diajarkannya kepada jemaat Efesus yaitu bagaimana menghargai orang lain. Sebab, Tikhikus sebenarnya hanyalah kurir yang bertugas keliling dari kota ke kota untuk menyampaikan surat Paulus. Namun cara Paulus memperlakukannya sungguh berbeda dengan majikan pada umumnya. Ketika mengutusnya, Paulus tidak mempertimbangkan Tikhikus hanya sekedar kurir atau budak melainkan sebagai saudara kekasihdan pelayan yang setia dalam Tuhan.

Di tengah nuansa modern saat ini, alangkah baik jika jiwa mau menginjak orang lain semakin dikikis oleh semangat hak azasi manusia. Ironisnya, seringkali justru terjadi pembalikan posisi. Akibatnya, feodalis muncul kembali untuk menekan dengan otoritarianisme yang sangat tegas. Diharapkan semua orang Kristen tidak ikut tercemar oleh prinsip dan konsep dunia melainkankembali pada Alkitab.

Ketika menutup berkatnya, Paulus memberikan salam yang sangat indah, ”Damai sejahtera dan kasihdengan iman dari Allah, Bapa dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai sekalian saudara. Kasih karunia menyertai semua orang, yang mengasihi Tuhan kita Yesus Kristus dengan kasih yang tidak binasa” (Ef 6:23).Untuk saat ini, salam seperti ini dianggap biasa di kalangan Kristen karena sudah sering mendengarnya dalam kebaktian setiap Minggu sebagai tradisi Kekristenan yang sangat altruistik yaitu salam yang diungkapkan dengan ketulusan hati di antara sesama anak Tuhan yang sungguh-sungguh menginginkan berkat kebaikan bagi penerima salam.

Di Gereja tertentu seringkali terdengar jemaatnya mengucapkan, “Shalom!” tanpa memahami artinya.Padahal sesungguhnya salam itu tidak mudah diucapkan di kalangan Yahudi karena artinya adalah, “Damaisejahtera bagi kamu!” Salam ini mengandung pengertian dan tekad sangat mendalam yaitu bahwa di manapun berada, orang yang mengucapkan salam itu harus rela berkorban dan hidup sebagai saluran berkat,anugerah dan kasih karunia Tuhan serta mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain. Konsep inilah yang dipegang oleh Paulus dan seharusnya oleh semua orang Kristen masa kini. Maka mereka yang tidak siaphati untuk itu, tidak berhak mengucapkan shalom.

Namun ketika dituntut untuk mendatangkan shalom tersebut, seringkali orang merasa enggan karena terlalu egois. Padahal ketika membagikan shalom, itulah waktunya Kekristenan merasakan pimpinan Tuhan. Justru orang Kristen yang menjadi shalom, akan memiliki hidup yang semakin bertumbuh dengan indah. Ketika Paulus menyampaikan berita pada orang lain, baik secara lisan maupun tulisan, dan juga ketika ia tiba di suatu tempat, salam tersebut selalu menyertai. Dalam Kis 20:17-38 Paulus sharing tentang shalom, “Dalam pelayanan itu aku banyak mencucurkan air mata dan banyak mengalami pencobaan dari pihak orang Yahudi yang mau membunuh aku. Sungguhpun demikian aku tidak pernah melalaikan apayang berguna bagi kamu. Semua kubritakan dan kuajarkan kepada kamu, baik di muka umum maupundalam perkumpulan di rumah kamu; aku senantiasa bersaksi kepada orang-orang Yahudi dan orang-orangYunani, supaya mereka bertobat kepada Allah dan percaya kepada Tuhan kita, Yesus Kristus. Sebab itupada hari ini aku bersaksi kepadamu, bahwa aku bersih, tidak bersalah terhadap siapapun yang akanbinasa. Kamu sendiri tahu, bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluankudan keperluan kawan-kawan seperjalananku.” Biarlah the spirit to be a blessing ini menjadi kekuatan bagi orang Kristen dalam kehidupan pelayanan. Amin! ___(Pnt. Judy Prastija)

0 komentar: